Selasa, 15 Oktober 2024

MEDIA ALTERNATIF DI ERA DIGITAL: MELAWAN KAPITALISME MEDIA BARU

MEDIA ALTERNATIF DI ERA DIGITAL: MELAWAN KAPITALISME MEDIA BARU

Media alternatif sejak lama ditempatkan sebagai media yang memberikan ruang bagi kelompok masyarakat yang termarginalkan dari media arus utama. Media alternatif menjadi medium pembebasan dari kekuasaan otoriter negara dan kapitalis media. Namun tak dapat dipungkiri, dalam menjalankan fungsinya media alternatif sering menghadapi kendala terutama dari sisi modal. Umumnya media alternatif dibangun tanpa mempertimbangkan aspek bisnis (Fuchs, 2010). Akibatnya, mempengaruhi kualitas dan kemampuan distribusi kontennya. Hadirnya media digital (internet) mengatasi persoalan klasik tersebut (Jeppesen, 2016). Media digital menawarkan produksi dan distribusi konten yang relatif murah serta memberi keleluasaan bagi kelompok marginal untuk membangun medianya sendiri (Harlow, 2016). Artikel ini mengulas keberadaan media alternatif di era digital. Bagaimana kehadiran media digital membantu media alternatif menjadi lebih berdaya, namun pada akhirnya melawan bentuk kapitalisme media baru. Untuk menjelaskan pokok pikiran tersebut penulis membagi artikel dalam tiga bagian: pertama, sistem media kapitalis mendorong perlunya media alternatif. Kedua, media alternatif sebagai hegemoni tandingan. Ketiga, media alternatif di era digital melawan kepitalis media baru. Era reformasi memberikan angin segar bagi kehidupan media massa di Indonesia. Perubahan sistem politik otoriter menjadi demokratis, memberikan kebebasan demikian luas dalam pratik media. Puluhan media massa lahir, sementara yang telah ada semakin berkembang melebarkan sayap bisnisnya. Kondisi ini tentu menguntungkan bagi publik, karena konten media kian beragam dan pilihan informasi tak lagi terbatas. Idealnya begitu. Namun yang terjadi jauh panggang dari api. Jika di era otoriter media massa dikontrol oleh negara, maka di era demokrasi media justru tunduk pada hukum pasar. Media di Indonesia masuk pada free market-driven environment (Tapsell, 2015). Liberalisasi media cenderung mendorong kepada konsentrasi kepemilikan media. Terbentuklah kartelisasi kepemilikan media (Tapsel, 2012). Templin (2009) menyebutnya sebagai gejala lahirnya oligopoli media, yakni penguasaan kepemilikan media hanya oleh segelintir pengusaha. Akibatnya, terjadi komersialisasi konten. Menurut Fuchs (2010) komersialisasi menyebabkan konten yang populer dan sesuai selera pasar mendominasi wajah media arus utama. Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah kian menguatnya pengaruh kepentingan politik pemilik media dalam kebijakan redaksi (Tapsell, 2012). Croteau dan Hoynes (dalam Rusadi, 2015), menawarkan dua model industri media yaitu model pasar (market model) dan model ruang publik (public sphere model). Model pertama merupakan model dominan dalam industri media. Model yang mendasarkan pada beroperasinya media di pasar bebas. Ukuran kesuksesan media dilihat dari nilai keuntungan yang diperolehnya. Sedangkan model kedua, mengambil ide pemikir neo-Marxis, Habermas, yakni model ruang publik. Ruang publik adalah ruang dimana publik dapat berdialog dengan bebas, maka media ditempatkan sebagai elemen ruang publik yang sehat dengan cara menyediakan wadah sirkulasi yang bebas untuk pertukaran ide, pendapat, dan berbagai pandangan. Sebenarnya tak ada yang salah dengan media model pasar. Dalam model pasar diyakini masyarakat akan dilayani secara optimal jika pertimbangan bisnis diserahkan kepada pasar. Campur tangan negara diharapkan seminimal mungkin, agar terjadi proses pertukaran yang didasarkan pada dinamika permintaan dan penawaran. Kompetisi yang terbuka dan adil diharapkan mendorong efisiensi dan menumbuhkan industri media yang sehat (Armando, 2011). Media yang sehat diharapkan akan melayani publik dengan kontenkonten terbaik. Pada kenyataannya kondisi ideal sulit terjadi. Ketika media tunduk pada hukum pasar, maka yang terjadi adalah kecenderungan menyingkirkan pelaku pasar yang tidak memiliki kapasitas modal memadai, dan mendikte media agar menghidari isu-isu yang tak sesuai dengan kepentingan ekspansi dan akumulasi modal (Hidayat, 2003). Artinya, ketika media hanya mengejar keuntungan, maka konten media akan mengabaikan topik-topik yang dinilai tidak memberikan laba. Terjadilah marginalisasi terhadap tema-tema nonkomersial (edukasi, informasi berkualitas, transformasi nilai luhur, penjaga demokrasi). Habermass (dalam Fuchs, 2010) menyebut gejala ini sebagai kolonisasi ruang publik oleh kekuatan pasar (market imperatives). Inilah yang terjadi saat ini, media dikendalikan oleh ideologi kapitalis (Apuke, 2017). Sitem kapitalis media bekerja dengan melakukan komodifikasi. Komodifikasi menurut Mosco (2009) adalah proses mengubah barang atau jasa, termasuk komunikasi, yang dinilai karena kegunaannya, menjadi komoditas yang dinilai karena apa yang akan mereka berikan di pasar. Komodifikasi terjadi dalam tiga bentuk: komodifikasi isi, khalayak dan pekerja media. Dalam sistem media kapitalis, kita dapat membayangkan bagaimana posisi publik yang hanya ditempatkan sebagai objek dari transaksi bisnis. Hubungan publik dan media tak lebih sebagai konsumen dan produsen. Dalam transaksi bisnis, maka konsumen dengan populasi terbesar akan mendapat perhatian dan layanan terbaik. Pendeknya media hanya berfokus pada selera konsumen terbesar. Selera konsumen minoritas, cenderung diabaikan (Syahputra, 2013). Baker (2007) menyoroti bahaya konsentrasi kepemilikan media pada keragaman isi. Pemusatan kepemilikan media di tangan segelintir konglomerat, mengakibatkan menghilangnya keragaman isi media. Media hanya akan melayani agenda dari sistem ekonomi, politik dan sosial dari kelompok yang memiliki posisi dominan (Ibrahim dan Akhmad, 2014). Kita tak perlu mengambil contoh terlalu jauh. Penelitian Tapsel (2015) memperlihatkan bahwa pemilik media di Indonesia terang-terangan menggunakan medianya untuk membantu aktivitas politiknya. Bagi media keberpihakan terhadap suatu golongan politik membawa dampak buruk terhadap kredibilitasnya. Partisanship dalam media sangat berbahaya, karena akan mengurangi kualitas informasi yang dihasilkan. Media yang bersikap partisan akan kehilangan kepercayaan publik (Yoedtadi dan Pribadi, 2017). 

Dalam konteks kuasa media kapitalis, kita dapat mengambil konsep hegemoni dari Gramsci. Secara umum hegemoni dapat didefinisikan sebagai pengaruh, kekuasaan, atau dominasi dari sebuah kelompok sosial terhadap kelompok sosial lain melalui konsensus dan paksaan (Fontana, 2008). Di bawah sebuah budaya hegemonis, sebagian mendapat keuntungan sementara yang lainnya merugi. Publik rentan terhadap pengaruh dari ketidakseimbangan kekuasaan yang sering kali tidak kentara. Maksudnya, orang cenderung untuk mendukung dengan patuh ideologi dominan dari sebuah budaya. Hegemoni dapat dipahami lebih lanjut dengan melihat budaya korporat pada masa kini, dimana – menggunakan pemikiran Marx – ide-ide untuk menguasai adalah ide-ide yang dimiliki oleh kelas yang berkuasa (West dan Turner, 2008). Kelompok dominan dengan mudah melakukan hegemoni. Berpijak pada asumsi Marx bahwa para kapitalis pemilik pabrik yang menguasai alat produksi akan menguasai produksi material, maka para konglomerat yang menguasai media akan menguasai produksi inmaterial, yakni budaya dan intelektual (Erdogan, 2016). Namun tak semua elemen masyarakat menerima hegemoni media kapitalis. Sebagian khalayak yang selama ini kepentingan dan aspirasinya tak terwadahi media arus utama, beralih membangun medianya sendiri (Fuchs, 2010). Inilah yang dinamakan media alternatif. Media alternatif adalah media yang menawarkan demokrasi komunikasi bagi orang-orang yang selama ini dikecualikan dari produksi media (Atton, 2015). Tim O’Sullivan (dalam Ibrahim dan Akhmad, 2014) mendefinisikan media alternatif sebagai bentuk komunikasi massa yang dipandang menolak atau menentang politik yang mapan dan terlembagakan, dalam pengertian bahwa mereka semua menyokong perubahan dalam masyarakat, atau sekurangkurangnya melakukan penilaian kritis terhadap nilai-nilai tradisional. Fuchs (2016) menyebutkan media alternatif adalah produksi dan pengorganisasian media yang menantang media kapitalis. Harlow (2016) mendeskripsikan media alternatif sebagai kekuatan yang membebaskan, memberdayakan dan memberikan suara kepada kelompok yang menderita karena termarjinalisasi dalam wacana hegemonik dari media "borjuis" arus utama. Dalam berbagai momen, media alternatif menjadi kekuatan pro-demokrasi yang bergerak di bawah tanah dan menggalang suara alternatif untuk menumbangkan kekuasaan tiranik (Downing, 2003). Sebagai media perlawanan, media alternatif melawan hegemoni pemberitaan dan sumber berita yang menopang status quo (Ibrahim dan Akhmad, 2014). Sementara Fuchs dan Sandoval (2015) memosisikan media alternatif sebagai media yang menentang pola media kapitalis dalam hal produksi, struktur, isi, distribusi dan cara penerimaan konten. Posisi perlawanan media alternatif dapat kita golongkan sebagai hegemoni tandingan terhadap media arus utama (Fuchs, 2010). Hegemoni tandingan menunjukkan bahwa khalayak tidak selamanya diam dan menurut. Khalayak tidak selalu tertipu untuk menerima dan mempercayai apa pun yang diberikan oleh kekuatan yang dominan. Mereka menggunakan praktik-praktik hegemonik yang sama untuk menantang dominasi yang ada (West dan Turner, 2008).

Kendala yang sering dihadapi oleh media alternatif adalah faktor modal. Seringkali mereka didirikan dan dikelola tanpa modal memadai. Prinsip media alternatif menentang cara media kapitalis beroperasi justru menggerogoti daya hidupnya (Fucs, 2010). Padahal tanpa modal, media alternatif hanya akan mengeksploitasi pengelolanya, berkutat pada teknik produksi berbiaya rendah, dan kesulitan dalam menjangkau khalayak luas (Holt, 2018). Kehadiran media digital (internet) mengatasi persoalan teknikal dan kapital yang sering membelit media alternatif. Internet memberi kemudahan dalam memproduksi konten baik dari segi biaya dan kapabilitas(Fuchs dan Sandoval, 2015). Internet memungkinkan khalayak memproduksi kontennya dan mendistribusikan secara luas (Gehl, 2015). Keterbatasan modal yang seringkali dihadapi media alternatif; seperti kekurangan biaya cetak, ketiadaan dana membeli teknologi televisi dan radio, dapat diatasi dengan menggunakan medium internet (Jeppesen, 2016). Kemungkinan membangun media alternatif semakin terbuka dengan teknologi internet Web 2.0 yang memberi peluang khalayak menjadi produsen konten (publisher) dengan konsep user generated content (UGC). UGC adalah terminologi untuk menunjukkan keleluasaan khalayak memproduksi, merekayasa dan mendistribusikan kontennya (Kaplan & Hainlein, 2010). Menarik disimak adalah media alternatif dengan platform media sosial, antara lain Facebook dan Twitter. Keduanya selain menjadi media publikasi kelompok marginal, juga digunakan sebagai instrumen komunikasi para aktivis politik. Penelitian Lim (2012) menunjukkan bahwa Facebook menjadi sarana komunikasi daring para pengunjuk rasa di Mesir saat terjadi protes “Musim Semi Arab”. Studi Harlow (2012) memperlihatkan bahwa Facebook telah memainkan peran sentral dalam berbagai gerakan di Guatemala, Amerika Latin. Demikian halnya Twitter yang menyatukan para aktivis politik pada “Gerakan Taman Gezi” di Turkey (Dermihan, 2014). Dalam perkembangannya, media sosial tak hanya menarik publik ke dalam sistem media demokratis, tetapi menarik perhatian para kapitalis untuk mengeksploitasi keuntungan di dalam pasar media baru (Gehl, 2015). Facebook, Instagram, Twitter dan berbagai aplikasi berbasis Web 2.0 telah memancing datangnya investor untuk menaikkan valuasi perusahaan menjadi miliaran dollar. Pada akhirnya, tak jauh berbeda dengan media arus utama, media sosial menjadi korporasi pencari laba (Fuchs, 2017). Mereka memanfaatkan partisipasi publik yang secara sukarela mengunggah data pribadi, kreasi konten dan berbagai macam foto, video hasil olahan pengguna menjadi komoditas isi media (Allmer, 2015). User generated data merupakan tambang uang bagi media sosial korporasi (Corporate Social Media/CSM) (Gehl dan Synder, 2016). Terjadilah eksploitasi tenaga kerja sebagaimana praktik komodifikasi pekerja media kapitalis. Para pengguna media sosial menghabiskan sumber daya tenaga dan pikiran untuk membuat konten tanpa mendapatkan upah (free labor). Fuchs (2017) menggolongkan praktik ekonomi media sosial sebagai bentuk eksploitasi total terhadap kreasi manusia. Lebih dari itu, media sosial secara bebas melakukan pamantauan terhadap aktivitas penggunanya. Data perilaku pengguna dijadikan target iklan (targeted ads) oleh para pemasar yang membayar mahal CSM. Inilah yang disebut sebagai surveillance capitalism. Zuboff (dalam Sudibyo, 2019) menggambarkan surveillance capitalism sebagai kapitalisme baru yang mendasarkan diri pada tindakan atau proses pengawasan terhadap masyarakat pengguna internet. Data perilaku pengguna berupa prediksi perilaku menjadi komoditas layak jual kepada pengiklan. Surplus perilaku menghasilkan bentuk pertukaran baru dalam bisnis digital (Sudibyo, 2019). CSM mengandalkan bentuk transaksi sebagai berikut: pengguna memberikan informasi pribadi dan tenaga kerja gratis, sebagai gantinya CSM memberi akses. Meskipun pengguna memiliki akses, namun data dari perilaku pengguna akan dimanfaatkan sebagai pesan pemasaran. Oleh karena itu, pemasar produk dan pengiklan adalah penerima manfaat utama tenaga kerja gratis CSM (Gehl, 2016). Pengguna hanya menjadi produk atau komoditas yang diperdagangkan (Kang dan McAllister, 2011). Dalam kondisi demikian memang tak banyak pilihan yang tersedia. Gehl (2015) menyarankan agar aktivis media alternatif menggunakan media sosial alternatif (alternative social media/ASM). ASM merupakan sistem media sosial baru yang mereplikasi fitur positif dan menghapus fitur negatif CSM. ASM hadir sebagai jawaban atas kritik terhadap CSM, yaitu praktik pengawasan mereka, pemanfaatan data pengguna, prioritas pada pesan pemasaran, dan algoritma yang mengatur bentuk sosialisasi para penggunanya (Gehl, 2017). ASM antara lain GNU social, Galaxy2, Diaspora, Twister, Ello dan Lorea, tidak melakukan sentralisasi mesin, aktivitas pemantauan dan koleksi data pengguna. Pengguna dapat menjalankan ASM di servernya masing-masing, atau mendaftar di server yang dijalankan oleh seseorang yang dipercaya. Pengguna dapat berkomunikasi satu sama lain di seluruh server yang menggunakan protokol dengan perangkat lunak ASM (Gehl, 2017). ASM menurut Gehl dan Synder (2016) menolak iklan dan pemasaran produk karena ingin bersikap independen dan membebaskan pengguna dari kepentingan komersial. Artinya, mereka tidak menerima seluruh infrastruktur yang mendukung periklanan, termasuk pelacakan lintas situs (cross-site tracking), memprofilkan pengguna (behavioral profiling), dan logika pemantauan pemasaran (the logic of marketing surveillance). ASM memang tidak sepopuler CSM. Jumlah penggunanya relatif kecil dibandingkan CSM. GNU Social memiliki 25.823 pengguna, Twister 80.493 pengguna, Diaspora 602.795 pengguna, dan Ello di atas 2.000.000 pengguna (Gehl, 2017). Namun demikian, dengan adanya ASM setidaknya aktivis media alternatif telah memiliki platform yang terbebas dari dominasi kapitalis dan komersialisasi media.

PERKEMBANGAN E-COMMERCE DI INDONESIA

KENALI PELUANG & TANTANGAN BISNIS DI ERA DIGITAL


Era digital telah dimulai, yang berarti era perdagangan bebas pun juga telah dimulai. Pastinya akan banyak peluang dan tentu saja banyak juga tantangan bisnis yang akan dihadapi di era ini. Kebebasan dan kecepatan informasi merupakan salah satu faktor penyebabnya. Peluang merupakan sebuah berita baik bagi pemilik bisnis. Namun, lain halnya jika yang datang merupakan tantangan bisnis. Apabila ini yang terjadi maka seorang pemilik bisnis harus mempunyai strategi dalam menghadapinya. Akan tetapi, sebelum mencari strategi, Anda terlebih dahulu harus mengetahui apa saja jenis tantangan bisnis yang akan dihadapi pada era digital ini. Berikut penjelasannya.

Transformasi Digital

Transformasi digital yang setiap hari makin maju dan canggih memang memiliki banyak sekali manfaat untuk perkembangan dunia bisnis saat ini. Teknologi dapat menghemat waktu, tenaga, serta biaya dengan hasil yang cukup maksimal. Namun, transformasi ini bisa menjadi sebuah tantangan yang cukup berarti apabila bisnis yang dijalankan tidak dapat mengikutinya. Apalagi, adanya ketakutan untuk mengubah cara-cara lama akan menimbulkan kekhawatiran apabila transformasi yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau justru gagal. Hal ini perlu disikapi dengan rasa optimis yang tinggi dan pantang menyerah. Sebuah bisnis harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi yang terus berkembang. Pemilik bisnis akan dituntut untuk terus belajar dan belajar. Memang terdengarnya akan menguras waktu dan tenaga, namun apabila berhasil nantinya akan sangat mempermudah jalannya bisnis.

Kecepatan

Layaknya teknologi yang menuntut pemilik bisnis untuk adaptif, masyarakat saat ini pun menuntut produk dan layanan yang serba cepat serta praktis. Dan jika pemilik bisnis tidak dapat memenuhi keinginan ini, konsekuensinya bisnis akan ditinggalkan oleh konsumen secara perlahan. Pemilik bisnis dapat mengatasinya dengan berkolaborasi dengan teknologi yang ada saat ini.  Bisnis yang dipadukan dengan teknologi dapat melaju lebih pesat karena mengikuti perkembangan pasar.

Salah satu pemanfaatan teknologi adalah otomatisasi dalam mengelola sumber daya perusahaan. seperti penggunaan aplikasi berbasis cloud dalam mengelola karyawan, aplikasi keuangan, dan juga aplikasi pengarsipan.

Sumber Daya Manusia

Teknologi sudah diadopsi dalam bisnis, namun masih ada beberapa pekerjaan rumah lagi yang harus diselesaikan, yakni membuat sumber daya manusia yang dipekerjakan juga adaptif terhadap teknologi tersebut. Jangan sampai biaya besar yang dikeluarkan untuk pembaharuan teknologi malah tidak dapat dioptimalkan karena orang-orang yang terlibat tidak mampu untuk menggunakannya.

Sebuah bisnis yang ingin berjalan secara profesional dan berkembang butuh untuk merekrut sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang mencukupi. Selain itu, pemilik bisnis juga sebaiknya memberikan pelatihan tambahan serta melakukan upgrade keilmuan secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masyarakat Yang Senantiasa Berubah

Selain menginginkan hal secara cepat dan praktis, tantangan dari masyarakat saat ini adalah karena mereka senantiasa berubah, baik dari segi selera, keinginan dan kebutuhan. Masyarakat saat ini mudah sekali merasa bosan dengan satu hal dan mempunyai keinginan yang cukup kompleks. Mereka pun lebih pintar dalam memilih mana produk yang sesuai dengan mereka, dan mana yang tidak. Ini menjadi tantangan karena menuntut pemilik bisnis untuk lebih sering memutar otak dan berinovasi dalam menciptakan produk serta jasa.

Pemilik bisnis juga dituntut untuk berpikir out of the box agar dapat menghasilkan sesuatu yang unik dan tidak biasa. Namun, tantangan ini justru bisa bermanfaat di masa depan. Usaha-usaha yang dilakukan pemilik bisnis untuk terus berinovasi akan meningkatkan pengetahuan mengenai pasar serta produk.  Dan tentu saja hal ini mampu memberikan keuntungan yang lebih maksimal kedepannya.

Persaingan Semakin Tinggi

Lagi-lagi teknologi mempunyai pengaruh dalam hal ini. Teknologi canggih mampu mengintegrasi saluran bisnis sehingga dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu. Efeknya, sebuah bisnis bisa menjalin kerja sama dengan bisnis lain di belahan dunia mana saja. Dan tentu saja, sebuah bisnis juga mendapatkan kompetitor dari berbagai bisnis lain di belahan dunia mana saja pula. Jika tidak dibarengi dengan inovasi yang terus menerus, maka bisnis akan tertinggal dari kompetitor. Selain itu, tantangan lain yang kerap ditemui ketika berhubungan dengan kompetitor adalah bagaimana caranya untuk bersaing secara sehat. Karena pada dasarnya hal tersebut memang sangat penting untuk diterapkan. Jika mampu bersaing dengan sehat, maka akan terbentuk iklim yang baik dalam bisnis.

Zero-Surveillance

Bisnis saat ini bisa dilakukan dan dikontrol dari jarak yang cukup jauh menggunakan website, e-mail, dan fitur chatting. Permasalahan yang kerap terjadi dengan metode komunikasi jarak jauh ini adalah hilangnya sosok pemimpin atau bisa disebut zero-surveillance. Pemilik bisnis kerap berkomunikasi dengan karyawannya hanya mengenai hal-hal yang berhubungan bisnis. Padahal karyawan membutuhkan keakraban dengan pemimpinnya untuk menjalin komunikasi yang baik dan menambah semangat untuk bekerja.

Namun. dengan konsep zero-surveillance sebenarnya menjadi peluang dalam mengembangkan bisnis di era digital. Pegawai pada perusahaan lebih leluasa dalam mengembangkan kreativitas dan peran penting tidak hanya dipegang oleh pemimpin namun semua unit karyawan sehingga kinerja perusahaan dapat lebih produktif.

 

Sumber : https://www.jurnal.id/id/blog/kenali-peluang-dan-tantangan-bisnis-di-era-digital/

 


PANDUAN LENGKAP SOCIAL MEDIA MARKETING

 


PANDUAN LENGKAP SOCIAL MEDIA MARKETING



Social media marketing sudah bukan hal asing bagi sebagian Anda. Promosi produk melalui platform media sosial ini dianggap cukup efektif menjangkau calon pelanggan dengan mudah.

Namun, apakah Anda sudah melakukannya dengan benar? Atau, apakah Anda menggunakan satu platform saja dan ternyata belum mendapatkan hasil maksimal?

Apa itu Social Media Marketing?

Sesuai namanya, social media marketing adalah pemanfaatan platform media sosial untuk mempromosikan produk. 

Pada prakteknya, upaya social marketing sering digunakan bersamaan dengan upaya digital marketing lainnya. Contohnya, penggunaan blog, email dan lainnya. 

Karena platform media sosial cukup banyak, pemilihan platform yang tepat sesuai bisnis Anda merupakan salah satu kunci kesuksesan strategi pemasaran ini. 

Memulai Social Media Marketing dengan Data

Sebelum masuk ke berbagai strategi social media marketing, ada baiknya Anda melakukan riset untuk mendukung upaya Anda.  Mulailah dengan potensi media sosial di Indonesia.  Data dari WeAreSocial,  160 juta orang Indonesia adalah pengguna media sosial aktif. Dari jumlah tersebut, pengguna terbanyak adalah usia 25-24 tahun. Ini tentu menjadi informasi penting bagi Anda yang menyasar target pasar usia tertentu.

Saat ini, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling populer. Dan, Whatsapp merupakan aplikasi berkirim pesan yang umum digunakan. Dengan mengetahui data ini, Anda bisa menerapkan upaya yang sesuai dengan strategi bisnis Anda.  

Selain itu, perlu diingat bahwa 99% akses media sosial tersebut dilakukan melalui perangkat mobile. Jadi, sesuaikan konten promosi Anda agar mobile friendly.

Strategi Social Media Marketing yang Efektif

Berikut ini adalah beberapa strategi social media marketing yang bisa Anda lakukan:

1. Menggunakan Instagram Marketing

Potensi Instagram untuk promosi produk tidak dapat diragukan. 80% pengguna mengaku postingan di Instagram mempengaruhi buying decision mereka.
Nah, untuk memastikan social media marketing Anda berhasil, ada beberapa strategi penting saat menggunakan Instagram. Yang utama, segera beralih ke akun profesional atau Instagram bisnis. Kemudian, optimasi profil bisnis Anda.
Jika dua langkah di atas sudah dilakukan, lanjutkan dengan menciptakan konten kreatif dan hashtag unik.

 

2. Berbagai Instagram Tools Terbaik untuk Promosi Bisnis

Jika Anda yakin bahwa Instagram adalah platform terbaik untuk promosi bisnis Anda, lakukanlah upaya yang lebih agresif. Caranya, memanfaatkan Instagram tools.
Instagram tools akan membantu upaya social media marketing Anda lebih mudah, baik dari sisi pembuatan konten, pelaksanaan promosi hingga analisa data.
Beberapa tools yang bisa Anda manfaatkan adalah Snapseed untuk photo editing dan Later untuk penjadwalan posting konten.

 

3. Memanfaatkan Instagram Ads

Untuk melengkapi upaya Instagram marketing Anda, memasang iklan di platform tersebut juga merupakan ide yang cukup baik.

Karena iklan terkait dengan penggunaan anggaran, pastikan iklan Anda efektif untuk menjangkau pelanggan. Jadi, bisa memberi Anda return of investment (ROI) alias balik modal.

Untuk membuat iklan di Instagram, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, tentukan audiens dengan tepat. Lalu, pilih format iklan yang sesuai dengan produk Anda. Yang tak kalah penting, buat teks copywriting yang menarik.

 

4. Menggunakan Facebook Marketing

Dengan banyaknya pengguna Facebook di Indonesia, Facebook marketing tentu menjadi upaya social media marketing wajib untuk bisnis Anda. Jika belum dilakukan, sekarang-lah saatnya.

Ada berbagai strategi yang bisa Anda gunakan dalam pemasaran dengan Facebook. Mulai dari menciptakan konten menarik, menentukan budget dan menganalisa upaya yang dilakukan. Jangan lupa untuk menggunakan tools Facebook marketing yang tersedia. Contohnya, DrumUp dan SocialOomph.


5. Memanfaatkan Facebook Ads untuk Hasil Lebih Optimal

Jika Anda memiliki budget khusus, menggunakan Facebook Ads bisa menjadi pilihan menarik. Sebab, Anda akan lebih mudah menarget audiens yang lebih spesifik dengan cepat.

Berkat kemampuan Facebook mempelajari kebiasaan pengguna, Anda akan terbantu dalam menciptakan program promosi yang tepat sasaran.

Cara membuat Facebook Ads hampir sama dengan Instagram. Langkahnya mulai dari memilih jenis iklan, menentukan audiens dan mengatur penjadwalan tayang iklan.

 

6. Menggunakan Twitter Marketing

Apabila strategi social media marketing Anda fokus pada brand visibility, Twitter bisa menjadi platform pilihan. Faktanya, 80% pengguna melakukan mention brand dalam tweet mereka. Dan, lebih dari 50% brand mention tersebut berakhir dengan pembelian produk.

Nah, untuk menangkap peluang tersebut, Anda perlu menerapkan strategi Twitter marketing yang tepat. Pertama, optimalkan profil twitter bisnis Anda. Jangan lupa selalu sertakan hashtag pada setiap kampanye promosi produk.

7. Memaksimalkan User-generated Content

User-generated content adalah postingan konsumen yang merekomendasikan produk Anda di akun pribadi mereka.

Memanfaatkan user-generated content bisa menjadi strategi social media marketing yang jitu. Sebab, tingkat kepercayaan konsumen pada rekomendasi orang lain cukup tinggi, mencapai 92%.

Salah satu cara menggenjot user-generated content adalah membuat kontes atau giveaway dengan hashtag tertentu dan meminta follower melakukan mention.

8. Meningkatkan Penjualan dengan Retargeting

Retargeting adalah upaya mendekati kembali konsumen yang sebelumnya pernah membeli produk atau sekedar berkunjung ke website Anda. Tujuannya, melakukan penawaran sesuai jenis produk yang mereka lihat..
Salah satu cara yang paling populer adalah Facebook Retargeting Ads menggunakan Pixel.

 

9. Menggunakan Plugin Social Media Terbaik untuk Website

Masih menjalankan promosi melalui website dan media sosial secara terpisah? Pikirkan lagi. Karena dengan plugin social media WordPress, Anda bisa melakukannya secara terintegrasi dengan mudah.

Banyak plugin WordPress untuk social media marketing. Baik untuk tujuan sharing, profiling hingga melakukan auto publish konten.

Manakah Strategi Social Media Marketing untuk Bisnis Anda?

Cukup banyak strategi social media marketing yang bisa Anda gunakan. Sebagai langkah awal, pastikan Anda sudah mengenali target audience Anda dengan baik.

Beberapa platform media sosial menawarkan upaya pemasaran secara gratis maupun berbayar. Sesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran Anda.

Jika sudah menentukan pilihan, segera lakukan upaya social media marketing Anda dengan lebih optimal. Semoga sukses selalu!

 

 

Sumber : https://www.niagahoster.co.id/blog/social-media-marketing/

 

 

IDE BISNIS DIGITAL YANG PALING MENJANJIKAN DI TAHUN 2020

 

IDE BISNIS DIGITAL YANG PALING MENJANJIKAN DI TAHUN 2020


 

Membangun bisnis di era digital memiliki tantangan tersendiri. Namun, jika Anda memulainya dengan benar, proses selanjutnya akan lebih mudah. Bagaimana caranya? Semua berawal dari ide. Jika Anda mampu menemukan ide bisnis digital yang tepat dan membangunnya dengan langkah yang benar, bukan mustahil Anda akan mampu mencapai hasil terbaik. 

Lalu, apa saja bisnis era digital yang menjanjikan di tahun 2019 ini? Pilihannya banyak sekali, namun Anda tidak perlu melakukan riset sendiri. Di artikel ini, kami telah merangkumnya untuk Anda.

Namun, sebelum membahasnya lebih lanjut, mari kita pelajari terlebih dahulu apa bisnis digital itu sebenarnya dan apa saja keunggulannya. 

 

Apa itu Bisnis Digital?

Bisnis digital adalah suatu jenis bisnis jasa yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ketika menciptakan sebuah produk ataupun memasarkannya.

Berbeda dengan yang kita pahami sebelumnya, bisnis digital tidak semata terkait dengan penjualan produk tanpa wujud saja, seperti perangkat lunak komputer (software). Bisnis digital juga tidak hanya tentang produk fisik yang dikemas dalam bentuk digital seperti ebook (buku elektronik). 

Lebih dari itu, semua jenis usaha yang menjual produknya secara online, baik menggunakan website atau aplikasi termasuk dalam ranah bisnis digital. Ecommerce adalah salah satu contohnya. 

Produk bisnis digital bisa berupa barang ataupun jasa. Sebagai contoh, jika Anda memiliki kemampuan dalam memberikan motivasi pengembangan diri, Anda bisa menjadi seorang motivator online yang sukses. Keahlian ini bisa menjadi inti bisnis digital yang Anda tekuni. 

Pada prakteknya, banyak sekali contoh bisnis digital yang terbukti mampu menghasilkan omset yang menggiurkan. Salah satu contohnya, Ade Iskandar. Ialah sosok di balik sukses datangya.com, sebuah website yang menawarkan jasa pembuatan undangan online. Ide yang dimiliki sungguh kreatif, berawal dari keinginan untuk mengurangi penggunaan kertas undangan yang pada akhirnya terbuang sia-sia, ia membangun bisnisnya dari nol. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang bisnis ini? Sangat baik! Hingga saat ini, jumlah undangan yang telah terkirim mencapai 190 ribu.

Pesan yang bisa kita ambil adalah siapa saja bisa terjun di bisnis digital dan peluang bisnisnya masih terbuka lebar. Anda bisa saja menjadi sosok sukses berikutnya.

 

 

Prospek Ide Bisnis Digital

1. Membangun Toko Online

Membangun toko online adalah membuat sebuah website atau platform sebagai sarana bagi transaksi pembelian produk secara online. 

Karena potensi bisnis ecommerce yang besar di Indonesia, berjualan online merupakan salah satu ide bisnis digital terbaik. 

2. Menekuni Bisnis Afiliasi atau Dropshiper

Afiliasi adalah kegiatan memasarkan barang milik orang lain dengan imbalan berupa komisi.  Secara singkat, cara kerja afiliasi terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, Anda mendaftar pada sebuah program afiliasi dan kemudian mendapatkan kode referal atau tautan khusus. Kedua, Anda memasarkan produk tersebut menggunakan website atau media sosial Anda. Ketiga, pada saat ada pembeli yang menggunakan kode yang Anda berikan atau mengikuti tautan yang Anda sarankan, Anda akan mendapatkan bagi hasil pendapatan.

Dropship adalah bisnis digital yang memungkinkan Anda menjual suatu produk tanpa memikirkan gudang dan pengiriman barang. Jadi, Anda cukup mengandalkan kemampuan menjual Anda saja. 

Selain itu, dropship juga berbeda dengan afiliasi. Di bisnis affiliasi, tugas Anda adalah seorang marketer yang menawarkan suatu produk, di bisnis dropship, Anda benar-benar menjual barang tersebut dan menerima uang dari pembeli. 

3. Menjadi Seorang Youtuber

Berapakah penghasilan yang bisa didapatkan dengan menjadi seorang YouTuber? Rp. 43 miliar setahun!

Ya, Anda tidak salah dengar. Ria Ricis adalah nama YouTuber dengan penghasilan tersebut. Ketekunannya dalam menyajikan konten yang menarik di akun YouTubenya membuatnya memiliki hingga 17 juta subscriber

Mengelola akun YouTube dengan berbagai konten yang unik terbukti bisa menjadi sebuah bisnis digital yang menjanjikan. 

Satu hal yang menarik dari YouTube adalah setiap orang memiliki kesempatan untuk meraih sukses yang sama. Anda hanya perlu memikirkan apa yang menjadi keahlian Anda dan juga menarik untuk dijadikan konten.

Dari manakah penghasilan yang Anda dapatkan? Bisa dari iklan atau dari review berbayar yang Anda lakukan. Baca Juga: Cara Mendapatkan Uang dari Youtube.

5. Menjadi Blogger Terkenal

Anda tentu mengenal sosok Raditya Dika, seorang penulis buku dan pemain film. Perjalanan suksesnya diawali dengan menulis di laman blog pribadinya saat itu: kambingjantan.com.

Jika Anda sudah memiliki blog, pastikan Anda memiliki konten menarik yang mampu mendatangkan pengunjung. Jika belum, Anda bisa membuatnya terlebih dahulu dengan mengikuti panduan lengkap membuat blog ini. 

Langkah selanjutnya yang perlu Anda lakukan adalah menjadikan blog Anda tersebut sebagai sumber penghasilan. Caranya? Anda bisa menyewakan space (ruang) di blog Anda untuk iklan seperti yang dilakukan oleh blogger terkenal, Iwan Banaran

Jika Anda ragu menjadikan blog sebagai bisnis digital Anda, cerita sukses para blogger ini mungkin bisa menginspirasi Anda. 

6. Menjadi Instagram Influencer

Jika Anda pengguna Instagram dengan jumlah follower yang cukup banyak, menjadi seorang influencer bisa jadi sebuah peluang yang menjanjikan. 

Mari kita melihat sosok MagdalenaF. Ia rajin membuat konten di Instagram ketika tengah mencicipi makanan di salah satu restoran. Cara penyampaian yang menarik dan pilihan makanan yang super pedas membuat banyak orang tertarik. Hasilnya, jumlah follower yang mencapai 1,4 juta pengguna. 

Di tahap awal, Anda cukup fokus pada kualitas konten yang Anda hasilkan. Jika jumlah follower Anda meningkat, bisa saja datang tawaran kerjasama dari pihak baik dengan melakukan posting iklan produk maupun melakukan review berbayar.

7. Menulis Konten Digital

Anda memiliki keahlian menulis? Dengan keahlian tersebut, Anda bisa menghasilkan banyak uang di era digital saat ini. 

Banyak sekali website yang bersedia membayar Anda untuk sebuah tulisan yang berkualitas. Untuk level global dengan menggunakan bahasa Inggris, pilihannya antara lain WritersWeekly. Untuk Indonesia, portal berita seperti BaBe menawarkan kesempatan yang serupa.

Namun, jika Anda memiliki sebuah blog yang memiliki pengunjung cukup banyak, Anda bisa menawarkan keahlian Anda di blog tersebut. Semakin menarik blog Anda, semakin besar kemungkinan tawaran pekerjaan untuk menulis konten.

 

Sumber : https://www.niagahoster.co.id/blog/bisnis-digital/

KENALI PELUANG & TANTANGAN BISNIS DI ERA DIGITAL

 

KENALI PELUANG & TANTANGAN BISNIS DI ERA DIGITAL

 


Era digital telah dimulai, yang berarti era perdagangan bebas pun juga telah dimulai. Pastinya akan banyak peluang dan tentu saja banyak juga tantangan bisnis yang akan dihadapi di era ini. Kebebasan dan kecepatan informasi merupakan salah satu faktor penyebabnya. Peluang merupakan sebuah berita baik bagi pemilik bisnis. Namun, lain halnya jika yang datang merupakan tantangan bisnis. Apabila ini yang terjadi maka seorang pemilik bisnis harus mempunyai strategi dalam menghadapinya. Akan tetapi, sebelum mencari strategi, Anda terlebih dahulu harus mengetahui apa saja jenis tantangan bisnis yang akan dihadapi pada era digital ini. Berikut penjelasannya.

Transformasi Digital

Transformasi digital yang setiap hari makin maju dan canggih memang memiliki banyak sekali manfaat untuk perkembangan dunia bisnis saat ini. Teknologi dapat menghemat waktu, tenaga, serta biaya dengan hasil yang cukup maksimal. Namun, transformasi ini bisa menjadi sebuah tantangan yang cukup berarti apabila bisnis yang dijalankan tidak dapat mengikutinya. Apalagi, adanya ketakutan untuk mengubah cara-cara lama akan menimbulkan kekhawatiran apabila transformasi yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau justru gagal. Hal ini perlu disikapi dengan rasa optimis yang tinggi dan pantang menyerah. Sebuah bisnis harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi yang terus berkembang. Pemilik bisnis akan dituntut untuk terus belajar dan belajar. Memang terdengarnya akan menguras waktu dan tenaga, namun apabila berhasil nantinya akan sangat mempermudah jalannya bisnis.

Kecepatan

Layaknya teknologi yang menuntut pemilik bisnis untuk adaptif, masyarakat saat ini pun menuntut produk dan layanan yang serba cepat serta praktis. Dan jika pemilik bisnis tidak dapat memenuhi keinginan ini, konsekuensinya bisnis akan ditinggalkan oleh konsumen secara perlahan. Pemilik bisnis dapat mengatasinya dengan berkolaborasi dengan teknologi yang ada saat ini.  Bisnis yang dipadukan dengan teknologi dapat melaju lebih pesat karena mengikuti perkembangan pasar.

Salah satu pemanfaatan teknologi adalah otomatisasi dalam mengelola sumber daya perusahaan. seperti penggunaan aplikasi berbasis cloud dalam mengelola karyawan, aplikasi keuangan, dan juga aplikasi pengarsipan.

Sumber Daya Manusia

Teknologi sudah diadopsi dalam bisnis, namun masih ada beberapa pekerjaan rumah lagi yang harus diselesaikan, yakni membuat sumber daya manusia yang dipekerjakan juga adaptif terhadap teknologi tersebut. Jangan sampai biaya besar yang dikeluarkan untuk pembaharuan teknologi malah tidak dapat dioptimalkan karena orang-orang yang terlibat tidak mampu untuk menggunakannya.

Sebuah bisnis yang ingin berjalan secara profesional dan berkembang butuh untuk merekrut sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang mencukupi. Selain itu, pemilik bisnis juga sebaiknya memberikan pelatihan tambahan serta melakukan upgrade keilmuan secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masyarakat Yang Senantiasa Berubah

Selain menginginkan hal secara cepat dan praktis, tantangan dari masyarakat saat ini adalah karena mereka senantiasa berubah, baik dari segi selera, keinginan dan kebutuhan. Masyarakat saat ini mudah sekali merasa bosan dengan satu hal dan mempunyai keinginan yang cukup kompleks. Mereka pun lebih pintar dalam memilih mana produk yang sesuai dengan mereka, dan mana yang tidak. Ini menjadi tantangan karena menuntut pemilik bisnis untuk lebih sering memutar otak dan berinovasi dalam menciptakan produk serta jasa.

Pemilik bisnis juga dituntut untuk berpikir out of the box agar dapat menghasilkan sesuatu yang unik dan tidak biasa. Namun, tantangan ini justru bisa bermanfaat di masa depan. Usaha-usaha yang dilakukan pemilik bisnis untuk terus berinovasi akan meningkatkan pengetahuan mengenai pasar serta produk.  Dan tentu saja hal ini mampu memberikan keuntungan yang lebih maksimal kedepannya.

Persaingan Semakin Tinggi

Lagi-lagi teknologi mempunyai pengaruh dalam hal ini. Teknologi canggih mampu mengintegrasi saluran bisnis sehingga dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu. Efeknya, sebuah bisnis bisa menjalin kerja sama dengan bisnis lain di belahan dunia mana saja. Dan tentu saja, sebuah bisnis juga mendapatkan kompetitor dari berbagai bisnis lain di belahan dunia mana saja pula. Jika tidak dibarengi dengan inovasi yang terus menerus, maka bisnis akan tertinggal dari kompetitor. Selain itu, tantangan lain yang kerap ditemui ketika berhubungan dengan kompetitor adalah bagaimana caranya untuk bersaing secara sehat. Karena pada dasarnya hal tersebut memang sangat penting untuk diterapkan. Jika mampu bersaing dengan sehat, maka akan terbentuk iklim yang baik dalam bisnis.

Zero-Surveillance

Bisnis saat ini bisa dilakukan dan dikontrol dari jarak yang cukup jauh menggunakan website, e-mail, dan fitur chatting. Permasalahan yang kerap terjadi dengan metode komunikasi jarak jauh ini adalah hilangnya sosok pemimpin atau bisa disebut zero-surveillance. Pemilik bisnis kerap berkomunikasi dengan karyawannya hanya mengenai hal-hal yang berhubungan bisnis. Padahal karyawan membutuhkan keakraban dengan pemimpinnya untuk menjalin komunikasi yang baik dan menambah semangat untuk bekerja.

Namun. dengan konsep zero-surveillance sebenarnya menjadi peluang dalam mengembangkan bisnis di era digital. Pegawai pada perusahaan lebih leluasa dalam mengembangkan kreativitas dan peran penting tidak hanya dipegang oleh pemimpin namun semua unit karyawan sehingga kinerja perusahaan dapat lebih produktif.

 

Sumber : https://www.jurnal.id/id/blog/kenali-peluang-dan-tantangan-bisnis-di-era-digital/